Selasa, 23 Februari 2010

Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971

Telah dikemukakan juga di atas bahwa perumusan delik yang ada dalam Peraturan Pengusaha Perang Pusat tersebut diambil alih sepenuhnya oleh Undang-undang Nomor 24 (Prp) Tahun 1960 ini dengan sedikit perubahan. Pada Pasal 1 ayat (1) sub a dan b hanya kata “perbuatan” diganti dengan “tindakan” karena undang-undang ini memakai istilah “tindak pidana korupsi” bukan “perbuatan pidana korupsi”.
Pada sub c hanya ditambah Pasal 415, 416, 417, 423, 425, 435 KUHP.memang ini menjadi kekurangan Peraturan Penguasa Perang Pusat karena penggelapan oleh pegawai negeri benar merupakan bentuk inti korupsi di samping masalah suap menyuap (Pasal 209, 210, 418, 419 dan 420 KUHP).

Bagaimanapun Undang-undang Nomor 24 (Prp) tahun 1960 lebih menguntungkan tertunda karena selain ancaman pidananya lebih ringan, juga perumusan deliknya lebih sulit dibuktikan oleh jaksa dari UU PTPK 1971 karena harus ada kejahatan atau pelanggaran lebih dahulu, kemudian membawa akibat seperti diuraikan di situ. Hal ini dapat disebut pembuktian ganda. Perumusan-perumusan delik dalam Undang-undang tersebut pertama tidak perlu diuraikan di situ karena pada prinsipnya sama saja dengan perumusan yang ada dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat.
1. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Seperti diketahui sejak lahir Orde Baru pada tahun 1966, suara-suara yang menghendaki pemberantasan korupsi lebih diperhebat, semakin hari bertambah nyaring, baik dalam bentu berita maupun dalam bentuk karangan di surat kabar, majalah, dalam pertemuan, diskusi, dan sebagainya yang bertemakan pemberantasan korupsi. Juga dikenal adanya Komite Antikorupsi pada awal Orde Baru.
Dalam Undang-undang ini berlaku asas legalitas yang ditetapkan dalam Pasal 36 sekarang menjelaskan , bahwa betapa pun eksepsional sifatnya perundang-undangan ini masih bergerak dalam kerangka Negara hokum Indonesia, di mana asas legalitas tersebut merupakan ciri khas dan suatu unsure essensial dan fundamental. Tidak begitu ‘lichtvaardig’, tidak begitu ringan tangan kita akan menghapus dan menyampingkan asas legalitas yang memungkinkan suatu peraturan pidana diperlukan surut kembali dari kehidupan.
Demikianlah secara singkat pembahasan Rencana Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi, yang pada akhirnya disetujui dan disahkan menjadi undang-undang pada tanggal 29 Maret 1971, dan diundangkan pada hari itu, termuat dalam Lembaran Negara tahun 1971 Nomor 19, dengan nama Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

1 komentar: