Rabu, 24 Februari 2010

Jelasnya Larangan Korupsi

Disamping itu, perlu digaris bawahi tujuan penerapan hukum Islam, termasuk larangan ber-KKN, adalah untuk memelihara kemaslahatan (kebaikan dan kebahagiaan) menusia sekaligus menghindari mafsadat (ketidakmaslahatan, kesengsaraan dan kehancuran) baik di dunia dan di akhirat. Menurut ahli ushul fiqih, ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan dalam rangka menegakan tujuan hukum Islam, yaitu memelihara agama, jiwa, keturunan dan harta. Karena itu penetapan kriteria korupsi juga harus dapat diketahui dari perspektif maqashid al-syari’ah (tujuan penetapan hukum ) tersebut.
Atas dasar itu, maka kriteria korupsi dapat diformulasikan demikian, yakni suatu tindakan, baik berupa penyelewengan hak, kedudukan, wewenang atau jabatan yang dilakukan untuk mengutamakan kepentingan dan keuntungan pribadi,

menyalahgunakan (menghianati) “amanah” rakyat dan bangsa, memperturutkan “hawa nafsu” serakah untuk memperkaya diri dan mengabaikan kepentingan umum. Dan ditambahkan lagi Sembilan ciri pokok korupsi, yaitu : penghianatan terhadap kepercayaan; penipuan terhadap badan pemerintah; swasta atau masyarakat; melalaikan kepentingan umum demi kepentingan khusus; dilakukan dengan rahasia lewat persekongkolan kolektif; melibatkan lebih dari satu pihak; ada kewajiban dan keuntungan bersama; terputusnya kegiatan korupsi antara yang menghendaki keputusan pasti dan yang berwenang mempengaruhinya; ada usaha menutup-nutupi; berfungsi gandanya sang koruptor.
Alatas juga mengklasifikasikan korupsi menjadi tujuh macam yaitu korupsi transaksi, korupsi ekstorsi, korupsi investif, korupsi nepotis, korupsi defensi, korupsi otogenik dan korupsi suportif. Korupsi transaksi itu bertolak dari sikap bisnis dalam transaksi sosial. Ada ubi, ada talas. Ada budi, ada balas. Korupsi ekstortif (pemerasan, penghisapan) berupa pemaksaan korban bagai menyogok; jika tidak mau, korban akan lebih celaka. Korupsi defensif (membela diri) yaitu tindak penyuapan/penyogokan sebagai bagian dari pembelaan dirinya. Korupsi investif terjadi jika ada pengusaha atau pejabat “memelihara” pejabat lain dengan memenuhi hamper apa saja yang diminatinya, seperti tanpa maksud tertentu. Tetapi ialah minta perlindungan atau jasa baik kapan saja tiba saatnya dia butuhkan, misalnya saja, saat menghadapi kesulitan, kecurangannya diperkarakan dan sebagainya. Korupsi nepotis adalah penunjukan secara tidak sah, teman sanak saudara untuk memberi pekerjaan atau borongan, kemudahan atau uang secara bertentangandengan norma dan peraturan yang berlaku. Korupsi otogenik adalah jia karena jabatan dan wewenang, seseorang membuat keputusan atau peraturan yang manfaat keputusannya san kebijakan itu diminati sendiri. Sedangkan korupsi supportif adalah “pembackingan” suatu tindakan korupsi dengan harapan memperoleh keuntungan dari pelaku utama.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang mengandung unsur pengkhianatan amanah (kepercayan), penyuapan, pembackingan, pemaksaan (tekanan-tekanan dari pihak yang lebih berkuasa), nepotism dan depotis, pengutamaan kepentingan pribadi, pembudayaan bagi komisi, penetapan keputusan atau kebijakan sepihak (menguntungkan pihak tertentu), intransparansi, pemerasan dan penggelapan, pemyalahgunaan kekuasaan, jabatan, kedudukan dan wewenang,dan merugikan kepentingan orang lain atau umum, serta melanggar aturan normative dan moral kemanusiaan.

Dalam hadits telah diriwayatkan mengenai larangan suap-menyuap :

Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata :”Rasulullah saw. Melaknat (membenci) orang yang menyuap dan orang yang menerima suap dalam masalah hukum (pengambilan keputusan)”.(HR.Ahmad dan Empat orang ahli hadits, serta Turmudzi menilainya sebagai hadits hasan dan disahkan oleh Ibnu Hibban).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar