Selasa, 23 Februari 2010

Perkembangan Korupsi Tahun 84" (Sebelum Aku Lahir)

Menurut penjelasan Bapak Jaksa Agung RI dalam menjawab pertanyaan Komosi III DPR pada tahun 1984 di Gedung DPR RI Jakarta, yang dikutip majalah DETIK nomor 0260 tanggal 23 Februari 1984, dinyatakan bahwa hasil-hasil yang dicapai dalam tahun ini jumlah perkara korupsi yang masuk terdapat 1.136 perkara dan telah diselesaikan sebanyak 207 perkara. Sedangkan dari kasusu manipulasi reboisasi dan persiapan pemukinam transmigrasi yang telah ditangani oleh Kejaksaan pada tahun 1983 terdapat 128 perkara reboisasi pada 14 propinsi dengan menimbulkan kerugian lebih dari Rp. 24.213.696.396,30 dan yang dapat diselamatkan sebesar Rp 989.388.284,01 atau lebih kurang 4.15 persen (pCt); perkara transmigrasi sebanyak 39 perkara pada 7 propinsi yang menimbulkan kerugian lebih dari Rp 4.343.404.061,- dan yang berhasil diselamatkan lebih kurang sebesar Rp 402.679.918,- atau lebih kurang 10 persen (pCt).

Kemudian dalam laporan Bapak Jaksa Agung RI kepada Bapak Presiden RI di Jl. Cendana , yang dikutip majalah JUSTICIA Edisi Perdana tahun 1984, dijelaskan bahwa dari sejumlah perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan selama tahun 1983 melibatkan 347 Pegawai Negeri dari 17 Departemen.
Perkara-perkara tindak pidana korupsi terkenal yang dilakukan oleh pihak swasta dalam kurun waktu 1971-1983 jumlahnya memang hany sedikit dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pegawai Negeri, akan tetapi mempunyai kualitas yang cukup berbobot Nasional seperti perkara atas nama: ROBBY TJAHJADI, LIEM KENGENG, ENDANG WIDJAJA, YOJIRO KITA JIMA dan YOS SOTOMO.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, di atas, maka dapat disimpukan bahwa perbuatan korupsi telah merata dilakukan oleh semua lapisan masyarakat dan telah menjalar ke dalam tubuh sebagian besar Departemen yang ada di Negara Republik Indonesia., tidak terkecuali Departemen Sosial maupun Departemen Agama.
Departemen Sosial merupakan instantsi yang paling kompetan di bidang masalah-masalah sosial, ternyata beberapa Oknum pejabatnya telah melakukan penyelewengan/berbuat a-sosial dengan melakukan perbuatankorupsi seperti halnya dengan kasus yang di Kalimantan Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Departemen Agama yang merupakan Instansi yang paling kompeten di bidang pembinaan Keagamaan (berkaitan dengan moral dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa), ternyata beberapa oknum pejabatnya telah melakukan penyelewengan/berbuat moral dengan melakukan korupsi seperti halnya dengan kasus penyelewengan biaya proyek Rehabilitasi 25 Rumah-rumah Ibadah/Masjid yang terjadi di daerah Tingkat II Lampung Tengah yang dikelola oleh Departemen Agama Propinsi Lampung DIP 1983/ 1984.
Dalam rangka pemberantasan dan pencegahan berkembang biaknya perbuatan korupsi ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya baik dengan cara melakukan pendekatan-pendekatan dan pemecahan-pemecahannya (preventif), maupun dengan cara melakukan penindakan-penindakan terhadap para pelakunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (represif), yang antara lain:
Undang-undang No. 20 tahun 2001, peraturan yang tercantum dalam undang-undang tersebut hanya merupakan prevensi tidak langsung yaitu agar supaya orang-orang lain tidak atau takut melakukan perbuatan korupsi atau yang bersangkutan (terpidana) merasa jasa untuk mengulangi perbuatan korupsi di kemudian hari.
Sejalan dengan usaha-usaha pemberantasan korupsi tersebut, sejak lahirnya Orde baru Tahun 1966. Pemerintah melalui pola Umum Pembangunan Jangka Menengah yaitu Pola Pembangunan Lima Tahun yang pelaksanaannya dimulai tahun 1969 dengan pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun yang pertama dan kedua, selanjutnya disusul dengan Pelita ketiga dan sekarang menjelang memasuki Pelita keempat selalu berusaha meningkatkan pendapatan Nasional dan pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dan dalam rangka mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dengan menumbuhkan asas hidup sederhana dan wajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar