Kamis, 25 Februari 2010

Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi selalu berganti-ganti

Bahwa peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi telah silih berganti diberlakukan, selalu yang belakangan memperbaiki dan menambah yang dahulu, akan tetapi korupsi dalam segala bentuknya masih terus merajalela. Akibatnya mengandung pertanyaan, apakah merajalelanya korupsi di Indonesia itu disebabkan oleh kurang lengkap dan kurang efektifnya ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan pemberantasan korupsi ataukah disebabkan oleh faktor-faktor lain?

Seperti telah diketahui bahwa masalah korupsi adalah masalah yang menarik perhatian masyarakat dan hal ini dapat dimengerti karena perbuatan korupsi berkaitan dengan kekayaan/keuangan negara dan berkaitan pula dengan kepentingan warga masyarakat yaitu dalam rangka kelangsungan pembangunan nasional. Sejak lahirnya Orde Baru tahun 1966, suara-suara yang menghendaki pemberantasan korupsi semakin menghebat, baik dalam bentuk berita maupun karangan-karangan di surat-surat kabar, majalah-majalah, begitu pula dalam bentuk pertemuan, diskusinya yang bertemakan pemberantasan korupsi.
Berdasarkan data yang terungkap, seperti yang telah dimuat di surat-surat kabar maupun majalah-majalah Ibukota/Daerah, menunjukan bahwa intensitas perkara korupsi di Indonesia sudah demikian luasnya, terutama dan yang paling menonjol ialah korupsi yang menyangkut anggaran proyek reboisasi, PRPTE, transmigrasi, koperasi, perpajakan kredit bimas/inmas, departemen sosial, pajak daerah (dispenda), dan disektor-sektor lainnya yang menimbulkan kerugian bagi negara dalam jumlah milyaran rupiah
Persoalan korupsi lebih cenderung dijadikan mata dagangan politik dibandingkan pemberantasannya secara nyata, demi pemeratraan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Upaya pemerintah dalam menangkal terjadinya tindakan korupsi sudah diatur dalam Undang-Undang No. 20 tahun2001, bahkan upaya pencegahan lain di luar undang-undang pun juga sudah dilakukan.
Pada saat aparat penegak hukum mengetahui atau menerima suatu laporan tentang terjadinya suatu tindak pidana korupsi, pertama-tama yang harus dilakukan ialah mengumpulkan bahan-bahan untuk pembuktian di muka pengadilan kelak, dan sekaligus menelusuri kekayaan tersangka yang diduga diperoleh dari perbuatan korupsi. Langkah ini sangat penting, karena pada saat seseorang mengetahui ia akan diusut, maka pertama-tama yang diupayakan ialah memindahkan kekayaannya dengan berbagai macam cara.
Cara yang umum dilakukan oleh tersangka ialah bila kekayaannya berupa tanah atau rumah, biasanya cepat-cepat menjual atau pura-pura menjual kekayaannya tersebut. Yang penting ialah tersangka akan mengusahakan menerbitkan sertifikat (tanda kepemilikan) baru atas tanah/rumah itu atas nama orang lain agar dapat luput dari tindakan penyitaan oleh para penegak hukum. Kalau berupa uang yang ia simpan, ia akan berusaha memindahkan kekayaannya itu dari tangannya atau kalu disimpan di bak cepatcepat uang itu ditarik kembali dan dipindahkan ke tangan orang lain (biasanya kepada familinya atau kenalan karibnya ia yakini tidak akan menipunya).
Adakalanya kalau ia cepat ditangkap/ditahan, sehingga ia sendiri tidak sempat memindahkan atau membaliknamakan kekayaannya itu kepada orang lain, maka pada saat sementara ia diperiksa oleh aparat penegak hukum, pihak keluarganya atas ptunjuknya berusaha menjual (memindahtangankan) kekayaan itu. Ia tidak mempredulikan lagi berapa hasil penjualan kekayaannya itu, karena yang penting ia dapat memindahkan kekayaannya seolah-olah bukan lagi miliknya. Tujuannya ialah agar ia luput dari penyitaan sementara oleh aparat penegak hukum.
Sayangnya, sejarah kampanye anti korupsi di seluruh dunia tidak menggembirakan. Di tingkat nasional dan daerah, di tingkat kementrian, dan di tingkat organisasi seperti kepolisian, upaya anti-korupsi besar-besaran sekalipun dan telah tersebar luas dalam masyarakat cenderung tersendat-sendat, terhenti, dan dan akhirnya mengecewakan.
Pola upaya anti-korupsi yang khas seperti ini. Terjadi sebuah skandal. Misalnya, seorang anggota dewan perwakilan rakyat daerah dijatuhi hukuman karena menerima suap. Atau kepolisian terbukti bekerja sama dengan penjahat. Program pekerjaan umum dibebani biaya yang terus meningkat, akibat penyelewengan dan komisi bagi pejabat. Perusahaan-perusahaan peserta lelang proyek-proyek pemerintah daerah ternyata berkolusi antara sesame mereka, untuk membatasi persaingan dan menaikkan nilai kontrak.
Menurut pendapat Gunner Myrdal sepenuhnya bahwa jalan untuk memberantas korupsi di Negara-negara berkembang ialah sebagai berikut:
b. menaikan gaji pegawai rendah (dan menengah);
c. menaikan moral pegawai tinggi;
d. legalisasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.
Untuk mencegah terjadinya korupsi besar-besaran, bagi pejabat yang menduduki jabatan yang rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat, pendapatan Negara, penegak hukum, dan pembuat kebijaksanaan harus di daftar kekayaannya sebelum menjabat jabatannya sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan pendapatannya yang resmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar